A. PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan salah satu fase dalam rentang
perkembangan manusia yang terentang sejak anak masih dalam kandungan sampai
meninggal dunia (life span development). Masa
remaja mempunyai ciri yang berbeda dengan masa sebelumnya atau sesudahnya,
karena berbagai hal yang memengaruhinya sehingga selalu menarik untuk
dibicarakan. Kata remaja di terjemahkan dari kata dalam bahasa Inggris adolescence atau adoleceré (dalam bahasa latin) yang berarti tumbuh atau tumbuh
untuk masak, menjadi dewasa. Dalam pemakaiannya istilah remaja dengan adolecen disamakan. Adolecen maupun remaja
mengambarkan seluruh perkembangan remaja baik perkembangan fisik, intelektual,
emosi dan social.
Istilah lain untuk menunjukkan pengertian remaja yaitu
pubertas. Pubertas berasal dari kata pubes
(dalam bahasa latin) yang berarti rambut kelamin, yaitu yang merupakan
tanda kelamin sekunder yang menekankan pada perkembangan seksual. Denagn kata
lain pemakaian kata pubertas sama dengan remaja tetapi lebih menunjukan remaja
dalam perkembangan seksualnya atau pubertas hanya dipakai dalam hubungannya
dengan perkembangan bioseksualnya.
Pada masa remaja akhir, Perkembangan fisik dan psikis yang
dicapai remaja berpengaruh pada perubahan sikap dan perilakunya. Pemikiran
moral remaja berkembang sebagai pendirian pribadi yang tidak tergantung lagi
pada pendapat atau prantaan yang bersifat konversional. Dan masih banyak lagi
perkembangan dan perubahan-perubahan yang terjadi selama masa remaja akhir ini.
Untuk menambah pemahaman kita lebih lanjut tentang masa
remaja akhir/adolessence ini, ada beberapa hal yang harus kita bahas
antara lain, ialah:
(1). Pengertian Masa Remaja Akhir dan Adolessence,
(2). Masa Remaja Akhir Sebagai Masa Adolessence,
(3). Perkembangan Sosial, Moral dan Seksual,
(4). Perkembangan Inteligensi dan Emosi, dan
(5). Pembentukan Konsep diri
B. Pengertian Masa Remaja Akhir dan Adolesence
Masa remaja, menurut Mappiare (1982), berlangsung antara
umur 12-21 tahun bagi wanita, dan 13-22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja
ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18
tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun
adalah remaja akhir.
Dari pembagian Mappiare tersebut, dapat kita simpulkan bahwa
“Masa remaja akhir” ialah masa ketika seseorang individu berada pada usia 17/18
tahun sampai dengan 21/22 tahun. Dimana saat usia ini rata-rata setiap
remaja memasuki sekolah menengah tingkat atas. Ketika remaja duduk dikelas
terakhir biasanya orang tua menganggapnya hampir dewasa dan berada diambang
perbatasan untuk memasuki dunia kerja orang dewasa.
Istilah adolescence atau remaja,
berasal dari bahasa latin Adolescere, yang artinya “tumbuh atau
tumbuh untuk mencapai kematangan”. Perkembangan lebih lanjut, Istilah Adolescence
seperti yang dipergunakan saat ini sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan
mental, emosional, sosial dan fisik. Padangan ini didukung oleh Piaget, yang
mengatangan bahwa:
Secara psikologis, masa remaja adalah
usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak
tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada
dalam tingkatan yang sama. Sekurang-kurangnya dalam masalah hak... integrasi
dalam masalah masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek apektif, kurang lebih
berhubungan dengan masalah pubertas... Termasuk juga perubahan intelektual
yang mencolok... Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja
ini memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa,
yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.
Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas, masih
termasuk golongan anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk
masuk ke golongan orang dewasa, remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Oleh
karena itu, remaja seringkali dikenal dengan fase “mencari jati diri” atau fase
“topan dan badai” remaja masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara
maksimal fisik maupun psikisnya dalam berbagai hal.
C.
Masa Remaja Akhir Sebagai Masa
Adolessence
Masa remaja akhir adalah masa transisi perkembangan antara
masa remaja menuju dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 17-22 tahun.
Pada masa ini terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan
yang berhubungan dengan orang tua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan
cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan. (Anna Freud, dalam
buku Hurrlock).
Adolessense berasal dari kata adolescere yang
artinya: “tumbuh”, atau ”tumbuh menjadi dewasa” untuk mencapai “kematangan”,
kematangan adolessense mempunyai arti luas mencakup kematangan mental,
emosional, seksual dan fisik. Pada masa adolessense ini adalah masa terjadinya
proses peralihan dari masa remaja atau pemuda ke masa-masa dewasa. Jadi masa
ini merupakan masa penutup dari masa remaja atau pemuda.Masa ini tidak
berlangsung lama, oleh karena itu dengan kepandaiannya, seseorang yang dalam
waktu relatif singkat sekali telah sampai ke masa dewasa.
Pada masa adolescence ini sudah mulai stabil dan
mantap, ia ingin hidup dengan modal keberanian, anak mengenal aku-nya, mengenal
arah hidupnya, serta sadar akan tujuan yang dicapainya, pendiriannya sudah
mulai jelas dengan cara tertentu. Sikap kritis sudah semakin tumbuh dan nampak,
dalam hal ini sudah mulai aktif serta objektif dalam melibatkan diri ke dalam
kegiatan-kegiatan dunia luar. Juga sudah mulai mencoba mendidik diri sendiri
sesuai pengaruh ataupun interaksi yang diterimanya. Maka dalam hal ini terjadi
pembangunan yang esensial terhadap pandangan hidupnya, dan masa ini merupakan
masa berjuang dalam menentukan bentuk/corak kedewasaannya.
Adapun siat-sifat yang dialami pada masa adolescence ini
adalah sebagai berikut:
- Menunjukkan timbulnya sikap
positif dalam menentukan sistem tata nilai yang ada.
- Menunjukkan adanya ketenangan
dan keseimbangan di dalam kehidupannya.
- Mulai
menyadari bahwa sikap aktif, mengkritik, waktu ia puber itu mudah tetapi
untuk melaksanakannya relatif sulit.
- Ia
mulai memiliki rencana hidup yang jelas dan mapan.
- Ia
mulai senang menghargai sesuatu yang bersifat historis dan tradisi, agama,
kultur, etis dan estetis serta ekonomis.
- Ia
sudah tidak lagi berdasarkan nafsu seks belaka dalam menentukan calon
teman hidup, akan tetapi atas dasar pertimbangan yang matang dari berbagai
aspek.
- Ia
mulai mengambil atau menentukan sikap hidup berdasarkan sistem nilai yang
diyakininya.
- Pandangan dan perasaan yang
semakin menyatu atau melebar antara erotik dan seksualitas, yang
sebelumnya (pubertas) antar keduanya terpisah.
Pada periode adolescence ini mereka mulai menemukakan
hal-hal yang bermakna dalam hidup mereka, antara lain:
- Dalam memilih teman
- Saling mencintai dan saling
menepati janji antara teman
- Saling
memberi ucapan selamat antara kawan.
- Saling tolong menolong antara
teman.
D.
Perkembangan Sosial, Moral dan
Seksual
1. Perkembangan Sosial
Salah satu tugas perkembangan remaja yang sulit adalah yang berhubungan
dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis
dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan
orang dewasa diluar lingkungan keluarga dan sekolah.
Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja
harus banyak membuat penyesuaian baru.Yang terpenting dan tersulit adalah
penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam
perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi
persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial dan
nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin.
Dalam proses perkembangan sosial, anak juga dengan
sendirinya mempelajari proses penyesuaian diri dengan lingkungannya, baik
dilingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Perkembangan sosial individu
sangat tergantung pada kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya serta keterampilan mengatasi masalah yang dihadapinya secara
spontan.
Karena remaja lebih banyak berada diluar rumah bersama
dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapat dimengerti bahwa
pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, emosi
dan perilaku lebih besar dari pada pengaruh keluarga.
Dan karena keremajaan itu selalu maju, maka pengaruh
kelompok sebayapun mulai akan berkurang. Hal ini disebabkan karena ada dua
faktor, yaitu:
a. Sebagian besar remaja ingin jadi
individu yang berdiri diatas kaki sendiri(sifat keegoisan yang tinggi), dan
ingin dikenal sebagai individu yang mandiri.
b. Timbul dari akibat pemilihan
sahabat, remaja tidak lagi berminat dalam berbagai kegiatan seperti pada waktu
berada pada masa kanak-kanak.
Ada
sejumlah karakteristik menonjol dari perkembangan sosial remaja, yaitu sebagai
berikut:
a. Berkembangnya kesadaran akan
kesunyian dan dorongan akan pergaulan.
b. Adanya upaya memilih nilai-nilai
sosial.
c. Meningkatnya ketertarikan pada lawan
jenis.
d. Mulai cenderung memilih karier
tertentu
2. Perkembangan Moral
Istilah moral berasal dari kata latin “mos” (moris),
yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tatacara
kehidupan. Moral merupakan standar baik buruk yang ditentukan bagi individu
olen nilai-nilai sosial budaya dimana individu sebagai anggota sosial.
Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja
ini adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai
tahapan berfikir operasional format yaitu mulai mampu berpikir abstrak dan
mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotesis, maka pemikiran remaja
terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat, dan
situasi, tetapi, juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka.
Remaja diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang akan
berlaku umum dan merumuskanya dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman
bagi perilakunya. Ada lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan
oleh remaja yaitu:
a. Pandangan moral individu makin lama
makin menjadi lebih abstrak.
b. Keyakinan moral lebih terpusat pada
apa yang benar dan kurang pada apa yang salah, keadilan moral sebagai kekuatan
moral yang dominan.
c. Penilaian moral menjadi semakin
kognitif.
d. Penilaian moral menjadi kurang
egosentris.
e. Penilaian moral secara psikologis
menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan
menimbulkan ketegangan emosi.
Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan oleh Lawrence
E. Kohlberg, tahap-tahapan perkembangan moral dapat dibagi ke dalam tiga
tingkatan, yaitu sebagai berikut:
a. Tingkat prakonvensional
Pada tingkat ini, anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya
dan ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik dan buruk serta benar dan salah.
b. Tingkat konvensional
Pada tingkat ini, anak memandang perbuatan itu baik/benar
atau berharga bagi dirinya apabila dapat memenuhi harapan/persetujuan keluarga,
kelompok, atau bangsa.
c. Tingkat pasca-konvensional
Pada tingkat ini ada usaha individu untuk mengartikan
nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral yang dapat diterapkan atau dilaksanakan
terlepas dari otoritas kelompok, pendukung atau orang yang memegang/menganut
prinsip-prinsip moral tersebut juga terlepas apakah individu yang bersangkutan
termasuk kelompok itu atau tidak.
Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh
lingkungan. Anak memperoleh nilai-nilai moral dari lingkungannya, terutama dari
orangtuanya. Dia belajar untuk mengenal nilai-nilai dan berperilaku sesuai
dengan nilai-nilai tersebut. Dalam mengembangkan moral anak, peranan orang tua
sangatlah penting, terutama pada waktu anak masih kecil. Beberapa sikap orang
tua yang perlu diperhatikan sehubungan dengan perkembangan moral anak
diantaranya sebagai berikut:
a.
Konsisten dalam mendidik anak
b. Sikap orang tua dalam keluarga
c.
Penghayatan dan pengalaman agama
yang dianut
d. Sikap konsisten orang tua dalam
menerapakan norma.
Dalam perkembangan moral ada tahap-tahap yang berlangsung
sama pada setiap kebudayaan, penahapan yang ditemukan bukan mengenai sikap
moral yang khusus, melainkan berlaku pada proses penalaran yang mendasarinya.
Makin tinggi tingkat penalaran seseorang makin tinggi pula tingkat moral
seseorang.
3.
Perkembangan Seksual
Peserta didik pada usia sekolah menengah (masa remaja)
berusaha secara total menemukan satu identitas, berupa perwujudan
orientasi seksual yang tercermin dari hasrat seksual, emosional, romantis, dan
atraksi kasih sayang kepada anggota jenis kelamin yang sama atau berbeda atau
keduanya. Seseorang peserta didik yang tertarik pada anggota jenis kelamin lain
disebut heteroseksual. Sebaliknya, seseorang yang terterik pada anggota jenis
kelamin yang sama disebut homoseksual.
Aktivitas seksual peserta didik remaja banyak diwarnai oleh
pikiran bahwa mereka sedang jatuh cinta kepada satu orang secara khusus untuk
waktu yang lama, tetapi mereka tidak memiliki tingkat kematangan yang
diperlukan untuk mempertahankan “hubungan intim” dan penuh kasih. Promiskuitas
remaja mungkin menunjukkan masalah emosional, termasuk harga diri rendah,
ketergantungan, ketidakdewasaan, atau permusuhan yang mendalam.
Dari berbagai hasil studi disimpulkan bahwa masalah
seksualitas pada remaja timbul karena faktor-faktor berikut, yaitu:
a. Perubahan-perubahan hormonal
yang meningkatkan hasrat seksual (libido seksualitas) remaja.
b. Penyaluran itu tidak dapat segera
dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum karena
adanya undang-undang tentang perkawinan yang menetapkan batas usia menikah,
maupun karena norma sosial yang makin lama makin menuntut persyaratan yang
makin tinggi untuk perkawinan.
c. Sementara usia kawin ditunda,
norma-norma agama tetap berlaku dimana seseorang dilarang untuk melakukan
hubungan seks sebelum menikah.
d. Kecenderungan pelanggaran makin
meningkat oleh karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan seksual
melalui media massa yang dengan adanya teknologi canggih menjadi tidak
terbendung dan tak terkontrol lagi.
e. Orang tua sendiri, baik karena
ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan
mengenai seks dengan anak tidak terbuka terhadap anak, malah cenderung membuat
jarak dengan anak dalam masalah yang satu ini.
f. Dipihak lain tidak dapat diingkari
adanya kecenderungan pergaulan yang makin besar antara pria dan wanita dalam
masyarakat sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita sebagai
kedudukan wanita makin sejajar dengan pria.
E.
Perkembangan Inteligensi dan Emosi
1. Perkembangan Inteligensi
Istilah inteligensi, semula berasal dari bahasa latin “intelligere”
yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain. Menurut William Stern,
ia mengatakan bahwa inteligensi adalah kemampuan untuk menggunakan secara tepat
alat-alat bantu dan pikiran guna menyesuaikan diri terhadap tuntutan-tuntutan
baru. Inteligensi merurut David Wechsler yang dikutip oleh Sarlito, didefenisikan
sebagai “ Keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara
terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.
Sedangkan Inteligensi menurut Jean Piaget
diartikan sama dengan kecerdasan, yaitu seluruh kemampuan berpikir dan
bertindak secara adaptif, termasuk kemampuan mental yang komplek seperti
berpikir,
mempertimbangkan,
menganalisis, mensintesis, mengevaluasi dan menyelesaikan persoalan-persoalan.
Dan adapun tahapan-tahapan perkembangan
inteligensi menurut Piaget seperti yang telah dikutip oleh Sarlito dan yang
diperjelas oleh Agus Salim Daulay adalah sebagai berikut:
a. Periode atau Masa Sensoris Motoris
(0-2,5 tahun); Masa ketika bayi mempergunakan sistem penginderaan dan aktivitas
motorik untuk mengenal lingkungan.
b. Periode atau Masa Pra-Operasional
(2,0-7,0 tahun); Ciri khasnya adalah kemampuan menggunakan simbolik.
c. Periode atau Masa Konkrit
Operasional (7,0-11 tahun); Pada tahap ini anak sudah bisa melakukan berbagai
macam tugas konkrit.
d. Periode atau Masa Formal Operasional
(11 tahun-dewasa); Dalam usia remaja dan seterusnya, seseorang sudah mampu berpikir
abstrak dan hipotesis.
Menurut Andi Mappiare, hal-hal yang
mempengaruhi perkembangan inteligensi antara lain:
a. Bertambahnya informasi yang disimpan
(dalam otak) seseorang sehingga ia mampu berpikir reflektif.
b. Banyaknya pengalaman dan
latihan-latihan memecahkan masalah sehingga seseorang dapat berpikir
pra-operasional
c. Adanya kebebasan berpikir,
menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun hipotesis-hipotesis yang
radikal, kebebasan menjajaki masalah secara keseluruhan dan menunjang
keberanian anak memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan benar.
2. Perkembangan Emosi
Perasaan senang dan tidak senang yang terlalu menyertai
perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut sebagai warna afektif. Warna
afektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah atau kadang-kadang tidak
jelas. Apabila warna afektif tersebut kuat, perasaan seperti itu dinamakan
emosi.
Menurut Crow & Crow, emosi adalah warna afektif yang
kuat dan ditandai dengan perubahan-perubahan fisik. Pada saat emosi, sering
terjadi perubahan-perubahan pada fisik seseorang, seperti:
a. Reaksi elektris pada kulit meningkat
bila terpesona.
b. Peredaran darah bertambah cepat bila
marah.
c. Denyut jantung bertambah cepat bila
terkejut.
d. Pernafasan bernafas panjang bila
kecewa.
e. Pupil mata membesar bila marah.
f. Liur mengering kalau takut atau
tegang.
g. Bulu roma berdiri kalau takut.
h. Pencernaan menjadi sakit atau
mencret-mencret kalau tegang.
i.
Otot menjadi ketegangan atau bergetar (tremor).
j.
Komposisi darah berubah dan kelejar-kelenjar lebih aktif.
Masa remaja adalah masa goncang yang
terkenal dengan berkecambuknya perubahan-perubahan emosional. Masa remaja
dikenal dengan masa strom and stress, yaitu terjadi pergolakan emosi
yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis
yang bervariasi. Pergolakan emosi terjadi karena berbagai macam pengaruh, seperti
lingkungan, tempat tinggal, keluarga, sekolah dan teman-teman sebayanya, serta
aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
Penyesuaian diri terhadap lawan jenis
termasuk salah satu hal yang menyebabkan kecemasan pada remaja, karena keadaan
dan perasaan ini adalah hal baru. Oleh karena itu, memerlukan kemampuan untuk
menyesuaikan diri,
karena dapat menimbulkan ketegangan emosi. Gejala ini sebenarnya sehat bagi
remaja, tetapi tidak jarang menimbulkan konflik jika tidak diikuti oleh
bimbingan dari orang tua atau orang yang telah dewasa. Begitu pula dengan
kehidupan disekolah, ada pula situasi yang menyebabkan tidak enaknya remaja.
Seperti kegagalan dalam belajar, akan menimbulkan rasa tidak enak, cemas dan
mungkin putus asa.
Diantara faktor terpenting yang
menyebabkan ketegangan remaja adalah masalah penyesuaian diri dengan situasi
dirinya yang baru, karena setiap perubahan membutuhkan penyesuaian diri.
Biasanya penyesuaian diri itu didahului oleh kegoncangan emosi, karena setiap
percobaan mungkin gagal atau sukses. Ketakutan atau gagal menyebabkan jiwanya
goncang. Semakin banyak situasi dan suasana baru akan bertambah pula usaha
untuk penyesuaian selanjutnya akan meningkat pula kecemasan.
F.
Pembentukan Konsep diri
Remaja adalah masa transisi dari periode anak-anak ke
dewasa, dimana secara psikologis kedewasaan tentunya bukan hanya tercapainya
usia tertentu seperti misalnya dalam ilmu hukum, secara psikologis kedewasaan
ialah keadaan dimana sudah ada ciri-ciri psikologis tertentu pada seseorang.
Ciri-ciri psikologis itu menurut G.W Alport adalah:
1.
Pemakaran diri sendiri (extension of the self), yang
ditandai dengan kemampuan seseorang untuk menganggap orang atau hal lain
sebagai bagian dari dirinya sendiri juga.
2.
Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif (self
objectivication) yang ditandai dengan kemampuan untuk mempunyai wawasan
tentang diri sendiri (self insinght) dan kemampuan untuk memahami humor (sense
of humor) termasuk menjadikan dirinya sendiri sebagai sarana.
3.
Memiliki falsafah hidup tertentu (unifying fhilosophy of
life), tanpa perlu merumuskannya dan mengucapkannya dalam kata-kata.
G.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat di sumpulkan bahwa:
1. Masa
remaja akhir ialah ketika seseorang berusia pada 17 tahun sampai dengan usia 21
tahun. Masa remaja akhir disebut juga dengan adolescence. Pada masa adolescence inilah terjadi proses peralihan
dari masa remaja ke pemuda.
2.
Karena remaja lebih banyak berada diluar rumah bersama
dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapat dimengerti bahwa
pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, emosi
dan perilaku lebih besar dari pada pengaruh keluarga.
3.
Makin tinggi tingkat penalaran seseorang makin tinggi pula
tingkat moral seseorang.
4.
Sebagai orang yang berada pada usia remaja, peserta didik
menemukan berbagai cara untuk mengekspresikan diri mereka secara seksual.
5.
Intelegensi adalah Keseluruhan kemampuan individu untuk
berpikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan
secara efektif.
Inteligensi
mengandung unsur pikiran atau ratio, makin banyak unsur yang digunakan dalam
suatu tindakan atau tingkah laku, makin berintegrasi tingkah laku tersebut.
6.
Emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai dengan
perubahan-perubahan fisik. Suatu masa dimana ketegangan emosi
meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar, atau perubahan
jasmaniah, terutama perubahan hormon seks.
7.
Remaja adalah masa transisi dari periode anak-anak ke
dewasa, dimana secara psikologis kedewasaan tentunya bukan hanya tercapainya
usia tertentu seperti misalnya dalam ilmu hukum, secara psikologis kedewasaan
ialah keadaan dimana sudah ada ciri-ciri psikologis tertentu pada seseorang
H. Daftar Pustaka
Izzaty
Rita Eka,dkk,2013,Perkembangan Peserta
Didik,Yogyakarta: Uny Press
Ali, Muhammad dan Muhammad Asrori, 2004
Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Didik), Jakarta: Bumi Aksara.
http: //rumah belajar psikologi.com/
Yusuf syamsu, 2011,Perkembangan
Peserta Didik,Jakarta:PT. RajaGrafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar