Jumat, 24 Juli 2015

PENDIDIKAN DI INDONESIA

Matematika sampai sekarang masih di anggap sebagai “hantu” yang menakutkan bagi anak-anak, bahkan orang dewasa sekalipun, ditambah lagi matematika di ajar oleh guru yang kurang menyenangkan atau guru yang tidak bersahabat dengan kita.
Kita ketahui bahwa matematika selalu ada di sekitar kita. Contoh saja saat kita membeli beberapa bahan makanan pasti terdapat perhitungan berapa total yang harus dibayarkan dan berapa kembaliannya jika ada kembaliannya. Penguasaan matematika sangat dibutuhkan terutama dalam bidang sains dan teknik tidak menutup kemungkinan matematika digunakan dalam ilmu social. System pendidikan tidak akan mantap jika para pelajar di sekolah dan mahasiswa lemah dalam penguasaan ilmu matematika.
Sebagai calon guru maupun guru sebaiknya memahami karakter matematika secara lebih baik agar dapat mengambil tindakan yang tepat dan benar pada proses bembelajaran yang berlangsung, sehingga  pembelajaran matematika akan lebih bermakna. Namun sebaliknya apabila guru memandang rendah matematika, hanya menganggap matematika adalah sekumpulan rumus dan memiliki kemaampuan matematika yang tidak utuh maka akan berdampak negative terhadap proses pembelajaran yang berlangsung.
Terkadang guru selalu saja menjejalkan barbagai macam rumus yang harus di gunakan dalam menyelesaikan persoalan yang diberikan oleh guru. Meskipun siswa belum memahami rumus yang sebelumnya diberikan, guru akan memberikan rumus yang lain hal ini dikarenakan UAS akan segera berlangsung dan untuk menuntaskan materi sesuai silabus yang ada.
                Saat ini terdapat banyak guru yang hanya mementingkan nilai siswa bukan bagaimana proses mereka belajar untuk memperoleh nilai yang maksimal. Asalkan nilai mereka sudah tinggi guru, sekolah maupun orang tua sudah merasa bangga. Padahal siswa yang memperoleh nilai tinggi belum tentu lebih pintar dengan siswa yang mendapat skor rendah. Jika kita menginginkan Indonesia yang lebih baik, kessalahan kecil seperti inilah yang harusnya dibenahi.
                 Coba kita bayangkan, apa yang akan terjadi jika system penilaian bukan lagi matematika betapa, sains berapa, ips berapa, akan tetapi moral mereka bagaimana, agama mereka bagaimana, sikap mereka bagaimana, kreatifitas mereka bagaimana, bahkan keaktifan meraka bagaimana. Tentunya semua itu yang berkaitan dengan proses pembelajaran.
Nilai siswa yang tergolong rendah akan menjadi tinggi jika dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan nilai tinggi dengan jalan yang tidak benar. Banggakah kita menjadi bangsa yang tertinggal dengan system penilaian yang demikian?. Kita tidak akan pernah maju jika nilai kuantitatif dijadikan dasar penilaian baik kenaikan kelas maupun NEM yang digunakan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Mari kita lebih kritis lagi menyikapi berbagai persoalan yang ada.
Menurut Andi Hakim Nasution, pendidikan di Indonesia akan terus ketinggalan bila NEM dan UMPTN terus menjadi parameter. “Dengan patokan itu, para guru tidak lagi mempersoalkan apakan anak didik telah diajarkan tentang disiplin ilmu yang baik, tetapi bagaimana mendapatkan NEM yang tinggi dan lolos UMPTN,” katanya. Secara ekstrem, ia menilai fungsi sekolah telah tereduksi.
“Kalau NEM yang dijadikan patokan, bubarkan saja sekolah, kemusdian bentuk menjadi lembaga-lembaga beimbingan tes,” katanya masygul. Karena kesalahan itu, ia menilai hanya 25 % pelajar Indonesia yang pantas masuk perguruan tinggi. “Tingkat penguasaan mereka akan banan pelajaran sangat kurang, karena soal-soal ujian bentuknya pilihan ganda,” katanya.
Lantas,dari mana pembenahan itu harus dilakukan?” Jangan dulu main bongkar kurikulim, perbaiki dulu kualitas guru. Sekarang ini banyak banyak guru yang mengajarkan ‘ilmu berenang’ tetapi mereka sendiri tidak tahu ‘berenang’,” katanya dengan mimik serius. Tugas mentri pendidikan dinilainya sangat berat dalam membenahi persoalan tersebut.
Dikutip dari Abdul Halim Fathani. 2008. Ensiklopedia Metematika. Yogyakarta:Ar-Ruzz Media

Dengan pembenahan yang terjadi diharapkan Indonesia bisa menjadi Negara yang lebih maju lebih baik dari sekarang. Jangan mengharapkan pemerintah memberikan apa yang kita minta tapi mari kita berjuang berusaha yang terbaik untuk Negara kita yang lebih baik. Kesadaran diri sendiri lebih penting.