Matematika sampai sekarang masih
di anggap sebagai “hantu” yang menakutkan bagi anak-anak, bahkan orang dewasa
sekalipun, ditambah lagi matematika di ajar oleh guru yang kurang menyenangkan
atau guru yang tidak bersahabat dengan kita.
Kita ketahui bahwa matematika
selalu ada di sekitar kita. Contoh saja saat kita membeli beberapa bahan
makanan pasti terdapat perhitungan berapa total yang harus dibayarkan dan
berapa kembaliannya jika ada kembaliannya. Penguasaan matematika sangat
dibutuhkan terutama dalam bidang sains dan teknik tidak menutup kemungkinan
matematika digunakan dalam ilmu social. System pendidikan tidak akan mantap
jika para pelajar di sekolah dan mahasiswa lemah dalam penguasaan ilmu
matematika.
Sebagai calon guru maupun guru
sebaiknya memahami karakter matematika secara lebih baik agar dapat mengambil
tindakan yang tepat dan benar pada proses bembelajaran yang berlangsung,
sehingga pembelajaran matematika akan
lebih bermakna. Namun sebaliknya apabila guru memandang rendah matematika,
hanya menganggap matematika adalah sekumpulan rumus dan memiliki kemaampuan
matematika yang tidak utuh maka akan berdampak negative terhadap proses
pembelajaran yang berlangsung.
Terkadang guru selalu saja
menjejalkan barbagai macam rumus yang harus di gunakan dalam menyelesaikan
persoalan yang diberikan oleh guru. Meskipun siswa belum memahami rumus yang
sebelumnya diberikan, guru akan memberikan rumus yang lain hal ini dikarenakan
UAS akan segera berlangsung dan untuk menuntaskan materi sesuai silabus yang
ada.
Saat
ini terdapat banyak guru yang hanya mementingkan nilai siswa bukan bagaimana
proses mereka belajar untuk memperoleh nilai yang maksimal. Asalkan nilai
mereka sudah tinggi guru, sekolah maupun orang tua sudah merasa bangga. Padahal
siswa yang memperoleh nilai tinggi belum tentu lebih pintar dengan siswa yang
mendapat skor rendah. Jika kita menginginkan Indonesia yang lebih baik,
kessalahan kecil seperti inilah yang harusnya dibenahi.
Coba kita bayangkan, apa yang akan terjadi
jika system penilaian bukan lagi matematika betapa, sains berapa, ips berapa,
akan tetapi moral mereka bagaimana, agama mereka bagaimana, sikap mereka
bagaimana, kreatifitas mereka bagaimana, bahkan keaktifan meraka bagaimana.
Tentunya semua itu yang berkaitan dengan proses pembelajaran.
Nilai siswa yang tergolong rendah
akan menjadi tinggi jika dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan nilai
tinggi dengan jalan yang tidak benar. Banggakah kita menjadi bangsa yang
tertinggal dengan system penilaian yang demikian?. Kita tidak akan pernah maju
jika nilai kuantitatif dijadikan dasar penilaian baik kenaikan kelas maupun NEM
yang digunakan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Mari
kita lebih kritis lagi menyikapi berbagai persoalan yang ada.
Menurut Andi Hakim Nasution,
pendidikan di Indonesia akan terus ketinggalan bila NEM dan UMPTN terus menjadi
parameter. “Dengan patokan itu, para guru tidak lagi mempersoalkan apakan anak
didik telah diajarkan tentang disiplin ilmu yang baik, tetapi bagaimana
mendapatkan NEM yang tinggi dan lolos UMPTN,” katanya. Secara ekstrem, ia
menilai fungsi sekolah telah tereduksi.
“Kalau NEM yang dijadikan
patokan, bubarkan saja sekolah, kemusdian bentuk menjadi lembaga-lembaga
beimbingan tes,” katanya masygul. Karena kesalahan itu, ia menilai hanya 25 %
pelajar Indonesia yang pantas masuk perguruan tinggi. “Tingkat penguasaan
mereka akan banan pelajaran sangat kurang, karena soal-soal ujian bentuknya
pilihan ganda,” katanya.
Lantas,dari mana pembenahan
itu harus dilakukan?” Jangan dulu main bongkar kurikulim, perbaiki dulu
kualitas guru. Sekarang ini banyak banyak guru yang mengajarkan ‘ilmu berenang’
tetapi mereka sendiri tidak tahu ‘berenang’,” katanya dengan mimik serius.
Tugas mentri pendidikan dinilainya sangat berat dalam membenahi persoalan
tersebut.
Dikutip dari Abdul Halim Fathani.
2008. Ensiklopedia Metematika. Yogyakarta:Ar-Ruzz Media
Dengan pembenahan yang terjadi
diharapkan Indonesia bisa menjadi Negara yang lebih maju lebih baik dari
sekarang. Jangan mengharapkan pemerintah memberikan apa yang kita minta tapi
mari kita berjuang berusaha yang terbaik untuk Negara kita yang lebih baik.
Kesadaran diri sendiri lebih penting.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar