Selasa, 27 Mei 2014

TEORI BELAJAR JEROME BRUNER


A.    Proses Belajar Menurut Bruner
Teori belajar bruner dikenal oleh tiga tahapan belajarnya yang terkenal. Pada dasarnya setiap individu pada waktu mengalami atau mengenal peristiwa yang ada di dalam lingkungannya dapat menemukan cara untuk menyatakan kembali peristiwa tersebut di dalam pikirannya, yaitu suatu model mental tentang peristiwa yang dialaminya. Hal tersebut adalah proses belajar yang terbagi menjadi tiga tahapan, yakni:
(1) Tahap enaktif; dalam tahap ini peserta didik di dalam belajarnya menggunakan atau memanipulasi objek-objek secara langsung.
(2) Tahap ikonik; pada tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek. Dalam tahap ini, peserta didik tidak memanipulasi langsung objek-objek, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan menggunakan gambaran dari objek. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep (Sugandi, 2004:37).
(3) Tahap simbolik; tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak ada lagi kaitannya dengan objek-objek. Anak mencapai transisi dari pengguanan penyajian ikonik ke penggunaan penyajian simbolik yang didasarkan pada sistem berpikir abstrak dan lebih fleksibel.

B.     Tahap-Tahap Dalam Proses Belajar Mengajar
Menurut Bruner, dalam prosses belajar siswa menempuh tiga tahap, yaitu:
a.       Tahap informasi (tahap penerimaan materi)
Dalam tahap ini, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari.
b.      Tahap transformasi (tahap pengubahan materi)
Dalam tahap ini, informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrakatau konseptual.
c.       Tahap evaluasi
Dalam tahap evaluasi, seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang telah ditransformasikan  tdi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau masalah yang dihadapi.

C.    Teori Pengajaran Menurut Jerome Bruner
Bruner berpendapat bahwa pengajaran dapat dianggap sebagai (a) hakikat seseorang sebagai pengenal (b) hakekat dari pengetahuan, dan (c) hakekat dari proses mendapatkan pengetahuan. Manusia sebagai makhluk yang paling mulia diantara makhluk-makhluk lain memiliki dua kekuatan yakni akal pikirannya dan kemampuan berbahasa. Dengan dua kemampuan tersebut maka manusia dapat mengembangkan kemampuan yang ada padanya. Dorongan dan hasrat ingin mengenal dan mengetahui dunia dan lingkungan alamnya menyebabkan manusia mempunyai kebudayaan dalam bentuk konsepsi, gagasan, pengetahuan, maupun karya-karyanya. Kemampuan yang ada dalam dirinya mendorongnya untuk mengekspresikan apa yang telah dimilikinya. Kondisi dan karakteristik tersebut hendaknya melandasi atau dijadikan dasar dalam mengembangkan proses pengajaran. Dengan demikian guru harus memandang siswa sebagai individu yang aktif dan memiliki hasrat untuk mengetahui lingkungan dan dunianya bukan semata-mata makhluk pasif menerima apa adanya.
Selanjutnya bruner berpendapat bahwa teori pengajaran harus mencakup lima aspek utama yakni:
1.      Pengalaman optimal untuk mempengaruhi siswa belajar
Bruner melihat bahwa ada semacam kebutuhan untuk mengubah praktek mengajar sebagai proses mendapatkan pengetahuan untuk membentuk pola-pola pemikiran manusia. Kefektifan belajar tidak hanya mempelajari bahan-bahan pengajaran tetapi juga belajar berbagai cara bagaimana memperoleh informasi dan memecahkan masalah. Oleh sebab itu diskusi, problem solving, seminar akan memperkaya pengalaman siswa dan mempengaruhi cara belajar.


2.      Struktur pengetahuan untuk membentuk pengetahuan yang optimal
Tujuan terakhir dari pengajaran berbagai mata pelajaran adalah pemahaman terhadap struktur pengetahuan. Mengerti struktur pengetahuan adalah memahami aspe-aspeknya dalam berbagai hal dengan penuh pengertian. Tugas guru adalah memberi siswa pengertian tentang struktur pengetahuan dengan berbagai cara sehingga mereka dapat membedakan informasi yang berarti dan yang tidak berarti.
3.      Spesifikasi mengurutkan penyajian bahkan pelajaran untuk dipelajari siswa
Mengurutkan bahan pengajaran agar dapat dipelajari siswa hendaknya mempertimbangkan kriteria sebagi berikut; kecepatan belajar, daya tahan untuk mengingat, transfer bahwa yang telah dipelajari kepada situasi baru, bentuk penyajian mengekspresikan bahan-bahan yang telah dipelajari, apa yang telah dipelajarinya mempunyai nilai ekonomis, apa yang telah dipelajari memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan baru dan menyusun hipotesis.
4.      Peranan sukses dan gagal serta hakekat ganjaran dan hukuman
Ada dua alternative yang mungkin dicapai siswa manakala dihadapkan dengan tugas-tugas belajar yakni sukses dan gagal. Sedangkan dua alternative yang digunakan untuk mendorong perbuatan belajar adalah ganjaran dan hukuman. Ganjaran penggunaannya dikaitkan dengan keberhasilan (sukses) hukuman dikaitkan dengan kegagalan.
5.      Prosedur untuk merangsang berpikir siswa dalam lingkungn sekolah
Pengajaran hendaknya diarahkan kepada proses menarik kesimpulan dari data yang dapat dipercaya ke dalam suatu hipotesis kemudian menguji hipotesis dengan data lebih lanjut untuk kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan sehingga siswa diajak dan diarahkan kepada pemecahan masalah. Ini berarti belajar pemecahan masalah harus dikembangkan disekolah agar para siswa memiliki ketrampilan bagaimana mereka belajar yang sebenarnya. Melaui metode pemecahan masalah akan merangsang berpikir siswa dalam pengertian luas mencakup proses mencari informasi, menggunakan informasi, memanfaatkan informasi untuk masalah pemecahan lebih lanjut.
Berdasarkan pemikiran diatas Bruner menganjurkan penggunaan metode discovery learning, inquiry learning, dan problem solving. Metode discovery learning yaitu dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Prosedur ini berbeda dengan reception learning dan expository teaching, dimana guru menerangkan semua informasi dan murid harus mempelajari semua bahan atau informasi itu.
Untuk mengembangkan program pengajaran yang lebih efektif bagi anak yang muda. Bruner  menggunakan  cara dengan mengkoordinasikan metode penyajian bahan dengan cara dimana anak dapat mempelajari bahan itu yang sesuai dengan tingkat kemajuan anak. Tingkat-tingkat kemajuan anak dari tingkat representasi sensori (enactive) ke representasi konkret (iconic) dan akhirnya ketingkat representasi abstrak (symbolic). Demikian juga dalam penyusunan kurikulum.
The act of discovery dari Bruner:
ü  Adanya suatu kenaikan didalam potensi intelektual
ü  Ganjaran instrinsik lebih ditekankan daripada ganjaran ekstrensik
ü  Murid yang mempelajari bagaimana menemukan berarti murid itu menguasai metode discovery learning
ü  Murid lebih senang mengingat-ingat informasi

D.    Alat-Alat Mengajar
Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam 4 macam menurut fungsinya.
a.  alat untuk menyampaikan pengalaman “vicarious”. Yaitu menyajikan bahan-bahan kepada murid-murid yang sedianya tidak dapat mereka peroleh dengan pengalaman langsung yang lazim di sekolah. Ini dapat dilakukan melalui film, TV, rekaman suara dll.
b.  Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu gejala, misalnya model molekul atau alat pernafasan, tetapi juga eksperimen atau demonstrasi, juga program yang memberikan langkah-langkah untuk memahami suatu prinsip atau struktur pokok.
c.       Alat dramatisasi, yakni yang mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau tokoh, film tentang alam yang memperlihatkan perjuangan untuk hidup, untuk memberi pengertian tentang suatu ide atau gejala.
d. Alat automatisasi seperti “teaching machine” atau pelajaran berprograma, yang menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan memberi ballikan atau feedback tentang responds murid.

E.     Ciri khas Teori Pembelajaran Menurut Bruner
1.       Empat Tema tentang Pendidikan
Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu karena dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk untuk melihat, bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain.
Tema kedua adalah tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan terdiri atas penguasaan ketrampilan-ketrampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai kerampilan-ketrampilan yang lebih tinggi.
Tema ketiga adalah menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupaka kesimpulan yang sahih atau tidak.
Tema keempat adalah tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan cara-cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.

2.      Model dan Kategori
Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Berlawanan dengan penganut teori perilakau Bruner yakin bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan tetapi juga dalam diri orang itu sendiri.
Asumsi kedua adalah bahwa orang mengkontruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya, suatu model alam (model of the world). Model Bruner ini mendekati sekali struktur kognitif Aussebel

3.      Belajar sebagai Proses Kognitif
Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah (1) memperoleh informasi baru, (2) transformasi informasi dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan (Bruner, 1973).
Informasi baru dapat merupaka penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi itu dapat dersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan seseorang mempelakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah bentuk lain.

4.      Ciri khas Teori Bruner dan perbedaannya dengan teori yang lain
Teori Bruner mempunyai ciri khas daripada teori belajar yang lain yaitu tentang ”discovery” yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu, karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-penulangan, maka desain yang berulang-ulang itu disebut ”kurikulum spiral ”. Secara singkat, kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh.
Bruner berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan melihat benda-benda berdasarkan ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu, pembelajaran didasarkan kepada merangsang siswa  menemukan konsep yang baru dengan menghubungkan kepada konsep yang lama melalui pembelajaran penemuan.


Selasa, 20 Mei 2014

Kenakalan Remaja


Pada era globalisasi ini, banyak hal yang berubah. Pergaulan remaja adalah contoh kecil akibat dari globalisasi.pergaulan remaja sudah bebas tak terbatas. Banyak remaja yang melakukan hal-hal yang merugikan dirinya sendiri. Pertanyaannya: Sebenarnya apakah kenakalan remaja itu? Dan di pengaruhi oleh apa saja kenakalan remaja itu? Contoh dari kenakalan remaja itu seperti apa? Bagaimana cara mengatasinya?
Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara psikologis, kenakalan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun trauma terhadap kondisi lingkungannya, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri. Namun pada kenyataanya orang cenderung langsung menyalahkan, menghakimi, bahkan menghukum pelaku kenakalan remaja tanpa mencari penyebab, latar belakang dari perilakunya tersebut.
Kenakalan remaja di era modern ini sudah melebihi batas yang sewajarnya. Banyak anak dibawah umur yang sudah mengenal Rokok, Narkoba, Freesex, dan terlibat banyak tindakan kriminal lainnya. Bahkan tidak jarang sudah ada yang mulai menggunakan Narkoba, menghisap rokok, terlibat dalam freesex bahkan yang marak terjadi adalah perkelahian antar pelajar, atau yang lebih di kenal dengan kata “tawuran”. Fakta ini sudah tidak dapat diungkuri lagi, anda dapat melihat brutalnya remaja jaman sekarang. Hal ini semua bisa terjadi karena adanya faktor-faktor kenakalan remaja berikut:  kurangnya kasih sayang orang tua, kurangnya pengawasan dari orang tua, pergaulan dengan teman yang tidak sebaya, peran dari perkembangan iptek yang berdampak negative, tidak adanya bimbingan kepribadian dari sekolah, dasar-dasar agama yang kurang, tidak adanya media penyalur bakat dan hobinya, kebasan yang berlebihan dan masih banyak lagi.
Jika di tunjau dari dampaknya maka tindakan-tindakan seperti itu banyak dampak negatifnya. Tindakan remaja yang tawuran meresahkan warga sekitar kejadian, bagi remaja yang mengkonsumsi obat-obat terlarang atau merokok dapat merusak organ tubuhnya sendiri bahkan sampai pada kematian. Menggunakan obat-obat terlarang dapat juga menganggu kejiwaan remaja yng menggunakannya. Banyak sekali dampak negatif yang sangat merugikan baik bagi remaja itu sendiri atau orang-orang yang berada di sekitarnya.
Banyak cara untuk mencegah terjadinya kenakalan remaja misalnya saja pemberian kasih sayang dan perhatian dari orang tua terhadap remaja dalam hal apapun. Adanya pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang. Pengawasan yang perlu dan intensif terhadap media komunikasi seperti tv, internet, radio, handphone, dll. Perlunya bimbingan kepribadian di sekolah, karena disanalah tempat anak lebih banyak menghabiskan waktunya selain di rumah. Perlunya pembelanjaran agama yang dilakukan sejak dini, seperti beribadah dan mengunjungi tempat ibadah sesuai dengan iman kepercayaannya.
Mengatasi kenakalan remaja, berarti menata kembali emosi remaja yang tercabik-cabik itu. Emosi dan perasaan mereka rusak karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua, teman-teman, maupun lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses perkembangan jiwa remaja tersebut. Trauma-trauma dalam hidupnya harus diselesaikan, konflik-konflik psikologis yang menggantung harus diselesaikan, dan mereka harus diberi lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya. 


Jumat, 16 Mei 2014

MASA REMAJA AKHIR

A.   PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan salah satu fase dalam rentang perkembangan manusia yang terentang sejak anak masih dalam kandungan sampai meninggal dunia (life span development). Masa remaja mempunyai ciri yang berbeda dengan masa sebelumnya atau sesudahnya, karena berbagai hal yang memengaruhinya sehingga selalu menarik untuk dibicarakan. Kata remaja di terjemahkan dari kata dalam bahasa Inggris adolescence atau adoleceré (dalam bahasa latin) yang berarti tumbuh atau tumbuh untuk masak, menjadi dewasa. Dalam pemakaiannya istilah remaja dengan adolecen disamakan. Adolecen  maupun remaja mengambarkan seluruh perkembangan remaja baik perkembangan fisik, intelektual, emosi dan social.
Istilah lain untuk menunjukkan pengertian remaja yaitu pubertas. Pubertas berasal dari kata pubes (dalam bahasa latin) yang berarti rambut kelamin, yaitu yang merupakan tanda kelamin sekunder yang menekankan pada perkembangan seksual. Denagn kata lain pemakaian kata pubertas sama dengan remaja tetapi lebih menunjukan remaja dalam perkembangan seksualnya atau pubertas hanya dipakai dalam hubungannya dengan perkembangan bioseksualnya.
Pada masa remaja akhir, Perkembangan fisik dan psikis yang dicapai remaja berpengaruh pada perubahan sikap dan perilakunya. Pemikiran moral remaja berkembang sebagai pendirian pribadi yang tidak tergantung lagi pada pendapat atau prantaan yang bersifat konversional. Dan masih banyak lagi perkembangan dan perubahan-perubahan yang terjadi selama masa remaja akhir ini.
Untuk menambah pemahaman kita lebih lanjut tentang masa remaja akhir/adolessence ini, ada beberapa hal yang harus kita bahas antara lain, ialah:
(1). Pengertian Masa Remaja Akhir dan Adolessence,
(2). Masa Remaja Akhir Sebagai Masa Adolessence,
(3). Perkembangan Sosial, Moral dan Seksual,
(4). Perkembangan Inteligensi dan Emosi, dan
(5). Pembentukan Konsep diri

B.     Pengertian Masa Remaja Akhir dan Adolesence
Masa remaja, menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur 12-21 tahun bagi wanita, dan 13-22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan  21/22 tahun adalah remaja akhir.
Dari pembagian Mappiare tersebut, dapat kita simpulkan bahwa “Masa remaja akhir” ialah masa ketika seseorang individu berada pada usia 17/18 tahun sampai dengan  21/22 tahun. Dimana saat usia ini rata-rata setiap remaja memasuki sekolah menengah tingkat atas. Ketika remaja duduk dikelas terakhir biasanya orang tua menganggapnya hampir dewasa dan berada diambang perbatasan untuk memasuki dunia kerja orang dewasa.
Istilah adolescence atau remaja, berasal dari bahasa latin Adolescere, yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Perkembangan lebih lanjut, Istilah Adolescence seperti yang dipergunakan saat ini sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Padangan ini didukung oleh Piaget, yang mengatangan bahwa:
Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama. Sekurang-kurangnya dalam masalah hak... integrasi dalam masalah masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek apektif, kurang lebih berhubungan dengan masalah pubertas... Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok... Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.
Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas, masih termasuk golongan anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa, remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja seringkali dikenal dengan fase “mencari jati diri” atau fase “topan dan badai” remaja masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimal fisik maupun psikisnya dalam berbagai hal.

C.     Masa Remaja Akhir Sebagai Masa Adolessence
Masa remaja akhir adalah masa transisi perkembangan antara masa remaja menuju dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 17-22 tahun.  Pada masa ini terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan orang tua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan. (Anna Freud, dalam buku Hurrlock).
Adolessense berasal dari kata adolescere yang artinya: “tumbuh”, atau ”tumbuh menjadi dewasa” untuk mencapai “kematangan”, kematangan adolessense mempunyai arti luas mencakup kematangan mental, emosional, seksual dan fisik. Pada masa adolessense ini adalah masa terjadinya proses peralihan dari masa remaja atau pemuda ke masa-masa dewasa. Jadi masa ini merupakan masa penutup dari masa remaja atau pemuda.Masa ini tidak berlangsung lama, oleh karena itu dengan kepandaiannya, seseorang yang dalam waktu relatif singkat sekali telah sampai ke masa dewasa.
Pada masa adolescence ini sudah mulai stabil dan mantap, ia ingin hidup dengan modal keberanian, anak mengenal aku-nya, mengenal arah hidupnya, serta sadar akan tujuan yang dicapainya, pendiriannya sudah mulai jelas dengan cara tertentu. Sikap kritis sudah semakin tumbuh dan nampak, dalam hal ini sudah mulai aktif serta objektif dalam melibatkan diri ke dalam kegiatan-kegiatan dunia luar. Juga sudah mulai mencoba mendidik diri sendiri sesuai pengaruh ataupun interaksi yang diterimanya. Maka dalam hal ini terjadi pembangunan yang esensial terhadap pandangan hidupnya, dan masa ini merupakan masa berjuang dalam menentukan bentuk/corak kedewasaannya.
Adapun siat-sifat yang dialami pada masa adolescence ini adalah sebagai berikut:
  1. Menunjukkan timbulnya sikap positif dalam menentukan sistem tata nilai yang ada.
  2. Menunjukkan adanya ketenangan dan keseimbangan di dalam kehidupannya. 
  3. Mulai menyadari bahwa sikap aktif, mengkritik, waktu ia puber itu mudah tetapi untuk melaksanakannya relatif sulit.
  4. Ia mulai memiliki rencana hidup yang jelas dan mapan.
  5. Ia mulai senang menghargai sesuatu yang bersifat historis dan tradisi, agama, kultur, etis dan estetis serta ekonomis.
  6. Ia sudah tidak lagi berdasarkan nafsu seks belaka dalam menentukan calon teman hidup, akan tetapi atas dasar pertimbangan yang matang dari berbagai aspek.
  7. Ia mulai mengambil atau menentukan sikap hidup berdasarkan sistem nilai yang diyakininya.
  8. Pandangan dan perasaan yang semakin menyatu atau melebar antara erotik dan seksualitas, yang sebelumnya (pubertas) antar keduanya terpisah.
Pada periode adolescence ini mereka mulai menemukakan hal-hal yang bermakna dalam hidup mereka, antara lain:
  1. Dalam memilih teman
  2. Saling  mencintai dan saling menepati janji antara teman
  3. Saling memberi ucapan selamat antara kawan.
  4. Saling tolong menolong antara teman.

D.    Perkembangan Sosial, Moral dan Seksual
1.      Perkembangan Sosial
Salah satu tugas perkembangan remaja yang sulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa diluar lingkungan keluarga dan sekolah.
Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus banyak membuat penyesuaian baru.Yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin.
Dalam proses perkembangan sosial, anak juga dengan sendirinya mempelajari proses penyesuaian diri dengan lingkungannya, baik dilingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Perkembangan sosial individu sangat tergantung pada kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta keterampilan mengatasi masalah yang dihadapinya secara spontan.
Karena remaja lebih banyak berada diluar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapat dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, emosi dan perilaku lebih besar dari pada pengaruh keluarga.
Dan karena keremajaan itu selalu maju, maka pengaruh kelompok sebayapun mulai akan berkurang. Hal ini disebabkan karena ada dua faktor, yaitu:
a.       Sebagian besar remaja ingin jadi individu yang berdiri diatas kaki sendiri(sifat keegoisan yang tinggi), dan ingin dikenal sebagai individu yang mandiri.
b.      Timbul dari akibat pemilihan sahabat, remaja tidak lagi berminat dalam berbagai kegiatan seperti pada waktu berada pada masa kanak-kanak.
Ada sejumlah karakteristik menonjol dari perkembangan sosial remaja, yaitu sebagai berikut:
a.       Berkembangnya kesadaran akan kesunyian dan dorongan akan pergaulan.
b.      Adanya upaya memilih nilai-nilai sosial.
c.       Meningkatnya ketertarikan pada lawan jenis.
d.      Mulai cenderung memilih karier tertentu

2.      Perkembangan Moral
Istilah moral berasal dari kata latin “mos” (moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tatacara kehidupan. Moral merupakan standar baik buruk yang ditentukan bagi individu olen nilai-nilai sosial budaya dimana individu sebagai anggota sosial.
Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja ini adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional format yaitu mulai mampu berpikir abstrak dan mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotesis, maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi, juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka.
Remaja diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang akan berlaku umum dan merumuskanya dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya. Ada lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja yaitu:
a.       Pandangan moral individu makin lama makin menjadi lebih abstrak.
b.      Keyakinan moral lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah, keadilan moral sebagai kekuatan moral yang dominan.
c.       Penilaian moral menjadi semakin kognitif.
d.      Penilaian moral menjadi kurang egosentris.
e.       Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan emosi.
Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan oleh Lawrence E. Kohlberg, tahap-tahapan perkembangan moral dapat dibagi ke dalam tiga tingkatan, yaitu sebagai berikut:
a.       Tingkat prakonvensional
Pada tingkat ini, anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik dan buruk serta benar dan salah.
b.      Tingkat konvensional
Pada tingkat ini, anak memandang perbuatan itu baik/benar atau berharga bagi dirinya apabila dapat memenuhi harapan/persetujuan keluarga, kelompok, atau bangsa.
c.       Tingkat pasca-konvensional
Pada tingkat ini ada usaha individu untuk mengartikan nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral yang dapat diterapkan atau dilaksanakan terlepas dari otoritas kelompok, pendukung atau orang yang memegang/menganut prinsip-prinsip moral tersebut juga terlepas apakah individu yang bersangkutan termasuk kelompok itu atau tidak.
Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Anak memperoleh nilai-nilai moral dari lingkungannya, terutama dari orangtuanya. Dia belajar untuk mengenal nilai-nilai dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Dalam mengembangkan moral anak, peranan orang tua sangatlah penting, terutama pada waktu anak masih kecil. Beberapa sikap orang tua yang perlu diperhatikan sehubungan dengan perkembangan moral anak diantaranya sebagai berikut:
a.       Konsisten dalam mendidik anak
b.      Sikap orang tua dalam keluarga
c.       Penghayatan dan pengalaman agama yang dianut
d.      Sikap konsisten orang tua dalam menerapakan norma.
Dalam perkembangan moral ada tahap-tahap yang berlangsung sama pada setiap kebudayaan, penahapan yang ditemukan bukan mengenai sikap moral yang khusus, melainkan berlaku pada proses penalaran yang mendasarinya. Makin tinggi tingkat penalaran seseorang makin tinggi pula tingkat moral seseorang.

3.      Perkembangan Seksual
Peserta didik pada usia sekolah menengah (masa remaja)  berusaha secara total menemukan satu identitas, berupa perwujudan orientasi seksual yang tercermin dari hasrat seksual, emosional, romantis, dan atraksi kasih sayang kepada anggota jenis kelamin yang sama atau berbeda atau keduanya. Seseorang peserta didik yang tertarik pada anggota jenis kelamin lain disebut heteroseksual. Sebaliknya, seseorang yang terterik pada anggota jenis kelamin yang sama disebut homoseksual.
Aktivitas seksual peserta didik remaja banyak diwarnai oleh pikiran bahwa mereka sedang jatuh cinta kepada satu orang secara khusus untuk waktu yang lama, tetapi mereka tidak memiliki tingkat kematangan yang diperlukan untuk mempertahankan “hubungan intim” dan penuh kasih. Promiskuitas remaja mungkin menunjukkan masalah emosional, termasuk harga diri rendah, ketergantungan, ketidakdewasaan, atau permusuhan yang mendalam.
Dari berbagai hasil studi disimpulkan bahwa masalah seksualitas pada remaja timbul karena faktor-faktor berikut, yaitu:
a.       Perubahan-perubahan hormonal yang  meningkatkan hasrat seksual (libido seksualitas) remaja.
b.      Penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum karena adanya undang-undang tentang perkawinan yang menetapkan batas usia menikah, maupun karena norma sosial yang makin lama makin menuntut persyaratan yang makin tinggi untuk perkawinan.
c.       Sementara usia kawin ditunda, norma-norma agama tetap berlaku dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah.
d.      Kecenderungan pelanggaran makin meningkat oleh karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yang dengan adanya teknologi canggih menjadi tidak terbendung dan tak terkontrol lagi.
e.       Orang tua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak tidak terbuka terhadap anak, malah cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah yang satu ini.
f.       Dipihak lain tidak dapat diingkari adanya kecenderungan pergaulan yang makin besar antara pria dan wanita dalam masyarakat sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita sebagai kedudukan wanita makin sejajar dengan pria.

E.     Perkembangan Inteligensi dan Emosi
1.      Perkembangan Inteligensi
Istilah inteligensi, semula berasal dari bahasa latin “intelligere” yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain. Menurut William Stern, ia mengatakan bahwa inteligensi adalah kemampuan untuk menggunakan secara tepat alat-alat bantu dan pikiran guna menyesuaikan diri terhadap tuntutan-tuntutan baru. Inteligensi merurut David Wechsler yang dikutip oleh Sarlito, didefenisikan sebagai “ Keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.
Sedangkan Inteligensi menurut Jean Piaget diartikan sama dengan kecerdasan, yaitu seluruh kemampuan berpikir dan bertindak secara adaptif, termasuk kemampuan mental yang komplek seperti berpikir, mempertimbangkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi dan menyelesaikan persoalan-persoalan.
Dan adapun tahapan-tahapan perkembangan inteligensi menurut Piaget seperti yang telah dikutip oleh Sarlito dan yang diperjelas oleh Agus Salim Daulay adalah sebagai berikut:
a.       Periode atau Masa Sensoris Motoris (0-2,5 tahun); Masa ketika bayi mempergunakan sistem penginderaan dan aktivitas motorik untuk mengenal lingkungan.
b.       Periode atau Masa Pra-Operasional (2,0-7,0 tahun); Ciri khasnya adalah kemampuan menggunakan simbolik.
c.       Periode atau Masa Konkrit Operasional (7,0-11 tahun); Pada tahap ini anak sudah bisa melakukan berbagai macam tugas konkrit.
d.      Periode atau Masa Formal Operasional (11 tahun-dewasa); Dalam usia remaja dan seterusnya, seseorang sudah mampu berpikir abstrak dan hipotesis.
Menurut Andi Mappiare, hal-hal yang mempengaruhi perkembangan inteligensi antara lain:
a.       Bertambahnya informasi yang disimpan (dalam otak) seseorang sehingga ia mampu berpikir reflektif.
b.       Banyaknya pengalaman dan latihan-latihan memecahkan masalah sehingga seseorang dapat berpikir pra-operasional
c.       Adanya kebebasan berpikir, menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun hipotesis-hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki masalah secara keseluruhan dan menunjang keberanian anak memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan benar.

2.      Perkembangan Emosi
Perasaan senang dan tidak senang yang terlalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut sebagai warna afektif. Warna afektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah atau kadang-kadang tidak jelas. Apabila warna afektif tersebut kuat, perasaan seperti itu dinamakan emosi.
Menurut Crow & Crow, emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai dengan perubahan-perubahan fisik. Pada saat emosi, sering terjadi perubahan-perubahan pada fisik seseorang, seperti:
a.       Reaksi elektris pada kulit meningkat bila terpesona.
b.      Peredaran darah bertambah cepat bila marah.
c.       Denyut jantung bertambah cepat bila terkejut.
d.      Pernafasan bernafas panjang bila kecewa.
e.       Pupil mata membesar bila marah.
f.       Liur mengering kalau takut atau tegang.
g.      Bulu roma berdiri kalau takut.
h.      Pencernaan menjadi sakit atau mencret-mencret kalau tegang.
i.        Otot menjadi ketegangan atau bergetar (tremor).
j.        Komposisi darah berubah dan kelejar-kelenjar lebih aktif.
Masa remaja adalah masa goncang yang terkenal dengan berkecambuknya perubahan-perubahan emosional. Masa remaja dikenal dengan masa strom and stress, yaitu terjadi pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis yang bervariasi. Pergolakan emosi terjadi karena berbagai macam pengaruh, seperti lingkungan, tempat tinggal, keluarga, sekolah dan teman-teman sebayanya, serta aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
Penyesuaian diri terhadap lawan jenis termasuk salah satu hal yang menyebabkan kecemasan pada remaja, karena keadaan dan perasaan ini adalah hal baru. Oleh karena itu, memerlukan kemampuan untuk menyesuaikan diri, karena dapat menimbulkan ketegangan emosi. Gejala ini sebenarnya sehat bagi remaja, tetapi tidak jarang menimbulkan konflik jika tidak diikuti oleh bimbingan dari orang tua atau orang yang telah dewasa. Begitu pula dengan kehidupan disekolah, ada pula situasi yang menyebabkan tidak enaknya remaja. Seperti kegagalan dalam belajar, akan menimbulkan rasa tidak enak, cemas dan mungkin putus asa.
Diantara faktor terpenting yang menyebabkan ketegangan remaja adalah masalah penyesuaian diri dengan situasi dirinya yang baru, karena setiap perubahan membutuhkan penyesuaian diri. Biasanya penyesuaian diri itu didahului oleh kegoncangan emosi, karena setiap percobaan mungkin gagal atau sukses. Ketakutan atau gagal menyebabkan jiwanya goncang. Semakin banyak situasi dan suasana baru akan bertambah pula usaha untuk penyesuaian selanjutnya akan meningkat pula kecemasan.

F.      Pembentukan Konsep diri
Remaja adalah masa transisi dari periode anak-anak ke dewasa, dimana secara psikologis kedewasaan tentunya bukan hanya tercapainya usia tertentu seperti misalnya dalam ilmu hukum, secara psikologis kedewasaan ialah keadaan dimana sudah ada ciri-ciri psikologis tertentu pada seseorang. Ciri-ciri psikologis itu menurut G.W Alport adalah:
1.      Pemakaran diri sendiri (extension of the self), yang ditandai dengan kemampuan seseorang untuk menganggap orang atau hal lain sebagai bagian dari dirinya sendiri juga.
2.      Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif (self objectivication) yang ditandai dengan kemampuan untuk mempunyai wawasan tentang diri sendiri (self insinght) dan kemampuan untuk memahami humor (sense of humor) termasuk menjadikan dirinya sendiri sebagai sarana.
3.      Memiliki falsafah hidup tertentu (unifying fhilosophy of life), tanpa perlu merumuskannya dan mengucapkannya dalam kata-kata.

G.    KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat di sumpulkan bahwa:
1.      Masa remaja akhir ialah ketika seseorang berusia pada 17 tahun sampai dengan usia 21 tahun. Masa remaja akhir disebut juga dengan adolescence. Pada masa adolescence inilah terjadi proses peralihan dari masa remaja ke pemuda.
2.      Karena remaja lebih banyak berada diluar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapat dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, emosi dan perilaku lebih besar dari pada pengaruh keluarga.
3.      Makin tinggi tingkat penalaran seseorang makin tinggi pula tingkat moral seseorang.
4.      Sebagai orang yang berada pada usia remaja, peserta didik menemukan berbagai cara untuk mengekspresikan diri mereka secara seksual.
5.      Intelegensi adalah Keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif. Inteligensi mengandung unsur pikiran atau ratio, makin banyak unsur yang digunakan dalam suatu tindakan atau tingkah laku, makin berintegrasi tingkah laku tersebut.
6.      Emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai dengan perubahan-perubahan fisik. Suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar, atau perubahan jasmaniah, terutama perubahan hormon seks.
7.      Remaja adalah masa transisi dari periode anak-anak ke dewasa, dimana secara psikologis kedewasaan tentunya bukan hanya tercapainya usia tertentu seperti misalnya dalam ilmu hukum, secara psikologis kedewasaan ialah keadaan dimana sudah ada ciri-ciri psikologis tertentu pada seseorang

H.    Daftar Pustaka
Izzaty Rita Eka,dkk,2013,Perkembangan Peserta Didik,Yogyakarta: Uny Press
Ali, Muhammad dan Muhammad Asrori, 2004 Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta     Didik), Jakarta: Bumi Aksara.
http: //rumah belajar psikologi.com/
Yusuf syamsu, 2011,Perkembangan Peserta Didik,Jakarta:PT. RajaGrafindo Persada.